Tika senja menginjak malam, rembulan kasih menyembah sinar di persada langit yang gelita. Embun mengendong rindu yang menghembuskan nyayian luka pada hati yang merintih hiba.
Dan rindu jualah menyeret aku untuk menghamparkan luka pada ruang maya yang tak bersuara. Pada sejambak kasih yang mula merekah di hujung sebuah penantian. Dan pada sebuah harapan yang tekulai dipersimpangan jalanan.
Musim resah kian berlalu dan memasungkan aku ke menara rindu yang tidak berpenghujung. Tika aku sedar wajah-wajah kenangan mengoreskan sendu kesayuan, aku terpaku pada kudusnya sebuah perjalanan yang ku tinggalkan.
Riak nadanya mengusik hati ini dan meragut pilu di teratak jiwa menghimpunkan sendu yang tak mampu ku lafazkan dengan kata-kata. Haruman mawar menyisipkan janji di taman rohani yang menebarkan rasa kesyahduan. Maka takala aku dilimpahkan seribu kenikmatan dari pancaran cahaya taman kerohanian, aku terlupa ada bait-bait luka yang pernah terguris di bilik memori yang penuh darah.
Memori yang penuh gusar dan sesungguhnya aku masih tak mampu mengikis kenangan yang telah meluputkan segala keindahan dari sanubariku.
Kelikir-kelikir tajam melukai hatiku dan yang nyata ia begitu meninggalkan bekas yang tak mungkin padam untuk selama-lamanya. aku ketereasingan dalam sebuah kelukaan yang menghempas aku ke sebuah pantai derita.
Dan aku mengusung bias-bias luka meratapi suatu kehilangan nyang tak terduga. Ya hehilangan secebis pengertian kenikmatan dalam aku menelusuri hari-hari yang mendatang.
Jaluran pelangi yang menghiasi titisan perjalanan kian hilang takala disapu awan curiga. dan aku masih setia berdiri dan menanti akan kehadiran kembali taburan bintang kejora yang bisa memberikan cahaya pada sekeping hati yang dirundung luka.
Walaupun seribu tahun, aku akan setia menunggu biarpun akhirnya yang akan kutemui hanyalah setitis sendu di penghujung rindu.
Naza Firman
Melaka
No comments:
Post a Comment